CYBER CRIME
Menurut
Mansfield, hacker didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki keinginan
untuk melakukan eksplorasi dan penetrasi terhadap sebuah sistem operasi dan
kode komputer pengaman lainnya, tetapi tidak melakukan tindakan pengerusakan
apapun, tidak mencuri uang atau informasi. Sedangkan cracker adalah sisi gelap dari hacker dan memiliki kertertarikan
untuk mencuri informasi, melakukan berbagai macam Sedangkan cracker adalah sisi
gelap dari hacker dan memiliki kerusakan dan sesekali waktu juga melumpuhkan
keseluruhan sistem komputer.
Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime
dapat digolongkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
1. Unauthorized Access
Merupakan kejahatan yang terjadi ketika
seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara
tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan
komputer yang dimasukinya. Probing dan port merupakan contoh
kejahatan ini.
2. Illegal Contents
Merupakan kejahatn yang
dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang suatu hal
yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau menggangu
ketertiban umum, contohnya adalah penyebaran pornografi.
3. Penyebaran virus secara sengaja
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan
menggunakan email. Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak
menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui
emailnya.
4. Data
Forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan
memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet.
Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki
situs berbasis web database.
5. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
Cyber Espionage merupakan kejahatan yang
memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap
pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage
and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan,
perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem
jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
6. Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu
atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan
e-mail dan dilakukan berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang
ditujukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa
terjadi karena kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus
menyertakan identitas diri yang sebenarnya.
7.
Carding
Carding merupakan kejahatan yang dilakukan
untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi
perdagangan di internet.
8. Hacking dan Cracker
Istilah hacker
biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem
komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka
yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker.
Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang memanfaatkan
kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di internet
memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang
lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan
target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service).
Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash)
sehingga tidak dapat memberikan layanan.
9. Cybersquatting and Typosquatting
Cybersquatting merupakan kejahatan yang
dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian
berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal.
Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu
domain yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama
domain saingan perusahaan.
11.
Cyber Terorism
Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber
terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs
pemerintah atau militer.
CYBER LAW
Cyber Law adalah hukum yang digunakan di dunia maya (cyber) yang
diasosiasikan dengan internet yang isinya mengupas mengenai aspek-aspek
aktivitas manusia pada saat menggunakan internet dan memasuki dunia maya atau
cyber namun diartikan secara sempit kepada apa yang diaturnya. Hal ini tidak
lepas juga dari "Aspek Prosedural" seperti yuridiksi, pembuktian,
penyedikan, kontrak/transaksi elektronik dll.
Ruang lingkup cyber law
sangatlah luas, diantaranya :
- Bisnis (Bussines)
- Konsumen (Consumer)
- Penyedia Layanan (Service Providers)
- Internet Banking
- Pedagang Perantara (Intermediaers)
- dll.
- Bisnis (Bussines)
- Konsumen (Consumer)
- Penyedia Layanan (Service Providers)
- Internet Banking
- Pedagang Perantara (Intermediaers)
- dll.
Macam-macam cyber law
dibagi 4 , diantaraya :
1. Hukum Informasi
2. Hukum Sistem Informasi
3. Hukum Telematika (Telekomunikasi dan Informatika)
4. UU ITE (Undang-Undang Informasi Transaksi dan Elktronik)
1. Hukum Informasi
2. Hukum Sistem Informasi
3. Hukum Telematika (Telekomunikasi dan Informatika)
4. UU ITE (Undang-Undang Informasi Transaksi dan Elktronik)
Penjelasan beberapa Hukum mengenai Cyber Law, UU
ITE (Undang-Undang Informasi Transaksi dan Elektronik) adalah
Undang-undang yang mengatur hubungan hukum yang dilakukan melalui komputer,
jaringan komputer atau media elektronik. Undang-undang ini memiliki cakupan
yang sangat luas baik mengenai subyeknya yang memanfaatkan komputer, jaringan
komputer ataupun media elektonik, bahkan juga objeknya yang meliputi berbagai
kebutuhan barang dan jasa.
UU ITE akan menjadi dasar dalam proses
penegakan terhadap kejahatan yang
mengunakan sarana elektronik dan komputer, pencucian uang bahkan Kejahatan Terorisme.
Diantaranya yang perlu diatur :
1. Perlu dilakukan pebatasan atau limitasi atas tanggung-jawab sehingga tidak akan melampaui batas.
2. Segala bukti yang dihasilkan oleh sistem informasi harus dapat menjadi bukti di pengadilan.Misalnya:Printout.
3. Perlunya aspek perlindungan hukum terhadap Bank Senttral atau Lembaga Keuangan dari kemungkinan adanya gangguan dan ancaman kejahatan elektronik.
4. Perlunya ancaman pidana yang bersifat deterren sehingga dapat memberikan perlindungan terhadap integritas sistem dan nilai investasi yang telah dibangun dengan alokasi sumber daya yang cukup besar.
Agar pembentukan perangkat perundangan tentang teknologi informasi
mampu mengarahkan segala aktivitas dan transaksi didunia cyber sesuai dengan
standar etik dan hukum yang disepakati maka proses pembuatannya diupayakan
sebagai berikut:
*Menetapkan prinsip – prinsip dan pengembangan teknologi
informasi antara lain:
1. Melibatkan unsur yang terkait
(pemerintah, swasta, profesional).
2. Menggunakan pendekatan
moderat untuk mensintesiskan prinsip hukum konvensional dan norma hukum baru
yang akan terbentuk
3. Memperhatikan keunikan dari
dunia maya
4. Mendorong adanya kerjasama
internasional mengingat sifat internet yang global
5. Menempatkan sektor swasta
sebagai leader dalam persoalan yang menyangkut industri dan perdagangan.
6. Pemerintah harus mengambil
peran dan tanggung jawab yang jelas untuk persoalan yang menyangkut kepentingan
yang jelas untuk persoalan yang menyangkut kepentingan publik
7. Aturan hukum yang akan
dibentuk tidak bersifat restriktif melainkan harus direktif dan futuristic.
* Melakukan pengkajian terhadap
perundangan nasional yang memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dengan
munculnya persoalan hukum akibat transaksi di internet seperti :
- UU hak cipta,
- UU merk,
- UU Informasi dan transaksi
elektronik,
- UU perlindungan konsumen,
- UU Penyiaran dan
Telekomunikasi,
- UU Perseroan Terbatas,
- UU Penanaman Modal Asing,dll
2.2.1 CONTOH CYBER LAW DI 4 NEGARA
Cyberlaw
meliputi setiap aspek yang
berhubungan dengan subjek hukum yang memanfaatkan teknologi Internet yang
dimulai pada saat mulai “online” dan seterusnya. Ruang lingkup dari cyberlaw
adalah hak cipta, hak merek, pencemaran nama baik, hate speech (fitnah,
penistaan dan dusta), serangan terhadap fasilitas computer, pengaturan sumber
daya internet, privacy, transaksi elektronika dan tanda tangan digital,
pornografi, dll.
Setiap
negara memiliki cyberlaw masing-masing. Berikut ini perbandingan
cyberlaw yang dimiliki oleh 4 Negara ASEAN:
Cyberlaw di Indonesia
Undang-undang
informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) atau yang disebut cyberlaw,
digunakan untuk mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang
memanfaatkan internet sebagai medianya,baik transaksi maupun pemanfaatan
informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai macam hukuman bagi kejahatan
melalui internet.
UU
ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis diinternet dan masyarakat pada
umumnya untuk mendapat kepastian hukum dengan diakuinya bukti elektronik dan
tanda tangan elektronik digital sebagai bukti yang sah dipengadilan.UU ITE
sendiri baru ada diIndonesia dan telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret
2008. UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail
bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi
didalamnya.Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII
(pasal 27-37), yaitu:
- Pasal 27: Asusila, Perjudian, Penghinaan,
Pemerasan.
- Pasal 28: Berita Bohong dan Menyesatkan,
Berita Kebencian dan Permusuhan.
- Pasal 29: Ancaman Kekerasan dan
Menakut-nakuti.
- Pasal 30: Akses Komputer Pihak Lain Tanpa
Izin, Cracking.
- Pasal 31: Penyadapan, Perubahan,
Penghilangan Informasi.
- Pasal 32: Pemindahan, Perusakan dan
Membuka Informasi Rahasia.
- Pasal 33: Virus?, Membuat Sistem Tidak
Bekerja (DOS?).
- Pasal 35: Menjadikan Seolah Dokumen
Otentik (phising?).
Pelanggaran
UU ITE ini akan dikenakan denda 1 Milliar rupiah. Di Indonesia, masalah tentang
perlindungan konsumen,privasi,cybercrime,muatan online,digital
copyright,penggunaan nama domain dan kontrak elektronik sudah ditetapkan oleh
pemerintah Indonesia. Namun, masalah spam dan online dispute
resolution belum mendapat tanggapan dari pemerintah sehingga belum ada
rancangannya.
Cyberlaw di Malaysia
Pada
tahun 1997 Malaysia telah mengesahkan dan mengimplementasikan beberapa
perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti The
Computer Crime Act (1997), UU Tandatangan Digital, Communication And
Multimedia Act (1998), Digital Signature Act (1997). Selain itu, ada
juga perlindungan hak cipta dalam internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya.
The
Computer Crime Act mencakup
mengenai kejahatan yang dilakukan melalui komputer, karena cybercrime di negara
Malaysia tidak hanya mencakup segala aspek kejahatan/pelanggaran yang
berhubungan dengan internet. Akses secara tak terotorisasi pada material
computer juga termasuk cybercrime. Jadi, jika kita menggunakan komputer orang
lain tanpa izin dari pemiliknya maka termasuk di dalam cybercrime walaupun
tidak terhubung dengan internet.
Isi dari The
Computer Crime Act mencakup hal-hal berikut ini:
- Mengakses material komputer tanpa ijin.
- Menggunakan komputer untuk fungsi yang
lain.
- Memasuki program rahasia orang lain
melalui komputernya.
- Mengubah / menghapus program atau data
orang lain.
- Menyalahgunakan program / data orang lain
demi kepentingan pribadi.
Hukuman
atas pelanggaran UU ini adalah denda sebesar lima puluh ribu ringgit (RM50,000)
atau sekurang-kurangnya 5 tahun hukuman kurungan/penjara sesuai dengan hukum
yang berlaku di negara tersebut (Malaysia). Di Malaysia masalah perlindungan
konsumen,cybercrime,muatan online,digital copyright, penggunaan nama
domain,kontrak elektronik sudah ditetapkan oleh pemerintahan Malaysia. Namun,
masalah privasi,spam dan online dispute resolution masih dalam tahap rancangan.
Cyberlaw di Singapore
Beberapa
cyberlaw di Singapura adalah The Electronic Act (UU Elektrinik) 1998 dan
Electronic Communication Privacy Act (UU Privasi Komunikasi Elektronik)
1996. The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk
menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan
elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan
Kesenian untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas
sertifikasi di Singapura. UU ini dibuat dengan tujuan:
- Memudahkan komunikasi elektronik atas
pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
- Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu
menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas
penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan
pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk
menerapkan menjamin / mengamankan perdagangan elektronik.
- Memudahkan penyimpanan secara elektronik
tentang dokumen pemerintah dan perusahaan.
- Meminimalkan timbulnya arsip alektronik
yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang
arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll.
- Membantu menuju keseragaman aturan,
peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik.
- Mempromosikan kepercayaan, integritas dan
keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk
membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui
penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan
integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Isi The Electronic
Transactions Act mencakup hal-hal berikut:
- Kontrak Elektronik: didasarkan pada hukum dagang online yang
dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak
elektronik memiliki kepastian hukum.
- Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan: mengatur mengenai potensi / kesempatan
yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang
tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau
informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut. Pemerintah
Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal tersebut.
- Tandatangan dan Arsip elektronik: Hukum memerlukan arsip/bukti arsip
elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan
dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Di Singapore
masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan online,copyright,kontrak
elektronik sudah ditetapkan. Namun, masalah perlindungan konsumen dan
penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution
sudah terdapat rancangannya.
Cyberlaw di Thailand
Pemerintah
Negara Thailand sudah menentapkan hokum kontrak elektronik dan cybercrime.
Hukum privasi, spam, digital copyright dan ODR sudah dalam tahap rancangan.
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh
pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya
seperti privasi,spam,digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.
Daftar Pustaka: